Menganalisa dari penghayatan masyarakat Jawa terhadap Islam, barangkali banyak sisi menarik yang dapat disimak. Sunan Paku Buwono IV sebagai pewaris dinasti.Mataram di Keraton Surakarta Hadiningrat, dalam Serat Wulangreh, menulis demikian:
Jroning Quran nggoning rasa jati
Nanging pilih wong kang uninga,
Anjaba lawan tuduhe,
Nora kena binawar,
Ing satemah nora pinanggih,
Mundhak katalanjukan,
Temah sasar susur,
Yen sirdayun waskitha,
Kasampurnaning badanira puniki,
Sira anggegurua.
Terjemahan bebas petuah yang ditulis dalam tembang dhandhanggula tersebut, kurang lebih "Alquran adalah tempat rasa sejati. Tetapi tidak setiap orang mengetahuinya, kecuali (mereka) yang tekun dan patuh. Karena jika demikian (dia) tidak akan menemui sejatinya ajaran. Jangan pula sembarangan yang bisa mengakibatkan kesasar. Jika engkau waspada, akan mendapatkan kesempurnaan dan karenanya engkau harus berguru".
Sunan Paku Buwono IV (1788-1820), dalam ajaran Wulangreh yang arti harfiahnya pengajaran dan perintah secara tersirat ingin menunjukkan kedalaman makna wahyu Alquran. Pada dua baris pertama tembang dhandhanggula itu, Sri Sunan yang dikenal sebagai seorang pujangga menuturkan tentang pentingnya penghayatan Alquran dan orang-orang terpilih yang memahaminya. Ungkapan itulah yang mengilhami masyarakat Jawa dalam menghayati Alquran, serta keyakinan adanya misteri anugerah Allah SWT yang turun di malam Lailatulkadar.
Tradisi adat di Keraton Surakarta dalam menyelenggarakan Nuzulul Quran (turunnya Aquran) dan menyambut malam Lailatulkadar, menurut berbagai sumber berpedoman pada Serat Ambya2. Di dalam Serat Ambya yang menjadi acuan tatanan keraton antara lain disebutkan, pada setiap tanggal ganjil mulai tanggal 21 Ramadan, Nabi Muhammad saw. turun dari Jabal Nur. Di.Gunung Nur itulah, Rasulullah menerima wahyu ayat-ayat Alquran.
Merujuk pada sumber tertulis itulah, Keraton Surakarta berkeyakinan di malam Lailatulkadar Allah SWT menurunkan anugrah setara seribu bulan kepada Rasulullah. Kalangan keraton dan seluruh masyarakat adat Jawa mengharapkan limpahan berkah dan anugrah, seperti yang telah diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. di malam Lailatulkadar.
Anugerah yang diyakini sampai sekarang, siapa orang yang akan menerimanya tetap merupakan misteri gaib milik Allah SWT. Tidak seorang pun dapat mengetahuinya kecuali mereka yang tekun dan patuh, tidak bisa disepelekan, seperti ungkapan Sunan Paku.Buwono IV, Anjaba lawan tuduhe, nora kena binawar.
Dalam tradisi, adat, dan budaya Jawa, orang dapat menemukan banyak cara untuk lebih mencerahkan kehidupan dan menghayati keislaman. Sekadar contoh, semasa hidup para wali, Sunan Kalijaga yang sangat peduli dengan kesenian Jawa memanfaatkan gamelan untuk syiar Islam. Sejak itu lahirlah tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Sekaten berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat Sahadat). Tradisi malam selikuran juga boleh disebut sebagai salah satu bentuk penghayatan keislaman di kalangan masyarakat Jawa.
0 comments:
Post a Comment
Setelah membaca artikel ICO, kami harap memberikan sedikit ulasan tapi bukan SPAM. Terimakasih, Salam Harmoni INSICO